1. Syukur dengan Hati
Syukur dengan hati dilakukan dengan
menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang kita peroleh, baik besar, kecil,
banyak maupun sedikit semata-mata karena anugerah dan kemurahan ALLAH.
ALLAH SWT berfirman,
'Segala nikmat yang ada pada kamu (berasal) dari ALLAH. (QS. An-Nahl: 53)
Syukur
dengan hati dapat mengantar seseorang untuk menerima anugerah dengan
penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan, betapa pun kecilnya
nikmat tersebut. Syukur ini akan melahirkan betapa besarnya kemurahan da
kasih sayang ALLAH sehingga terucap kalimat tsana’ (pujian) kepada-NYA.
2. Syukur dengan Lisan
Ketika
hati seseorang sangat yakin bahwa segala nikmat yang ia peroleh
bersumber dari ALLAH, spontan ia akan mengucapkan “Alhamdulillah”
(segala puji bagi ALLAH). Karenanya, apabila ia memperoleh nikmat
dari
seseorang, lisannya tetap memuji ALLAH. Sebab ia yakin dan sadar bahwa
orang tersebut hanyalah perantara yang ALLAH kehendaki untuk
“menyampaikan” nikmat itu kepadanya.
Al pada kalimat
Alhamdulillah berfungsi sebagi istighraq, yang mengandung arti
keseluruhan. Sehingga kata alhamdulillah mengandung arti bahwa yang
paling berhak menerima pujian adalah ALLAH SWT, bahkan seluruh pujian
harus tertuju dan bermuara kepada-NYA.
Oleh karena itu, kita
harus mengembalikan segala pujian kepada ALLAH. Pada saat kita memuji
seseorang karena kebaikannya, hakikat pujian tersebut harus ditujukan
kepada ALLAH SWT. Sebab, ALLAH adalah Pemilik Segala Kebaikan.
3. Syukur dengan Perbuatan
Syukur
dengan perbuatan mengandung arti bahwa segala nikmat dan kebaikan yang
kita terima harus dipergunakan di jalan yang diridhoi-NYA. Misalnya
untuk beribadah kepada ALLAH, membantu orang lain dari kesulitan, dan
perbuatan baik lainnya. Nikmat ALLAH harus kita pergunakan secara
proporsional dan tidak berlebihan untuk berbuat kebaikan.
Rasulullah
saw menjelaskan bahwa ALLAH sangat senang melihat nikmat yang diberikan
kepada hamba-NYA itu dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Rasulullah saw
bersabda,
Sesungguhnya ALLAH senang melihat atsar (bekas/wujud) nikmat-NYA pada hamba-NYA. (HR. Tirmidzi dari Abdullah bin Amr)
Maksud
dari hadits di atas adalah bahwa ALLAH menyukai hamba yang menampakkan
dan mengakui segala nikmat yang dianugerahkan kepadanya. Misalnya, orang
yang kaya hendaknya menampakkan hartanya untuk zakat, sedekah dan
sejenisnya. Orang yang berilmu menampakkan ilmunya dengan mengajarkannya
kepada sesama manusia, memberi nasihat dsb. Maksud menampakkan di sini
bukanlah pamer, namun sebagai wujud syukur yang didasaari karena-NYA.
ALLAH SWT berfirman,
'Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur). (QS. Adh-Dhuha: 11)
4. Menjaga Nikmat dari Kerusakan
Ketika nikmat dan karunia didapatkan, cobalah untuk dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Setelah itu, usahakan untuk
menjaga nikmat itu dari kerusakan. Misalnya, ketika kita dianugerahi
nikmat kesehatan, kewajiban kita adalah menjaga tubuh untuk tetap sehat
dan bugar agar terhindar dari sakit.
Demikian pula dengan halnya
dengan nikmat iman dan Islam. Kita wajib menjaganya dari “kepunahan”
yang disebabkan pengingkaran, pemurtadan dan lemahnya iman. Untuk itu,
kita harus senantiasa memupuk iman dan Islam kita dengan sholat, membaca
Al-Qur’an, menghadiri majelis-majelis taklim, berdzikir dan berdoa.
Kita pun harus membentengi diri dari perbuatan yang merusak iman seperti
munafik, ingkar dan kemungkaran. Intinya setiap nikmat yang ALLAH
berikan harus dijaga dengan sebaik-baiknya.
ALLAH SWT menjanjikan akan menambah nikmat jika kita pandai bersyukur, seperti pada firmannya berikut ini,
' La’insyakartum la’aziidannakum wa la’inkafartum ‘inna ‘adzaabii lasyadiid
(Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-KU), sungguh adzab-KU
sangat pedih. (QS. Ibrahim: 7)
'semoga bermanfa'at bagi kita semua'
Terimakasih.. bermanfaat sekali
BalasHapus